Perwakilan warga Nino, Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, mengadu ke Kodim 1618/TTU menyusul kebijakan pemerintah negara Timor Leste yang membangun pos satuan pengamanan Timor Leste (UPF-Unido Patruofomento Fronteira) unsur policia Nasional de Timor Leste di lahan yang masih menjadi sengketa antara Indonesia dan Timor Leste.
Dandim 1618 Kabupaten TTU, Letnan Kolonel Arm Eusebio Hornai Rebelo, saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Jumat (5/4/2013), mengatakan, pihak TNI melalui satuan tugas pengamanan perbatasan (Satgas Pamtas) sudah meminta kepada Pemerintah Timor Leste untuk menghentikan sementara pembangunan pos sebelum ada kesepakatan antara kedua negara.
"Terkait dengan itu, kita sudah minta untuk jangan diteruskan pengerjaan pos itu sampai ada satu pertemuan atau kesepakatan, baru nanti dilanjutkan. Masyarakat kita selama ini sudah baik setelah kita imbau untuk tidak melakukan aktivitas berkebun dan bercocok tanam di daerah sengketa itu sehingga akhirnya lahan itu dibiarkan kosong," katanya.
Namun, kata Rebelo, Pemerintah Timor Leste melanggar kesepakatan dengan memaksakan diri membangun pos sehingga sekarang menimbulkan masalah.
Menurut Rebelo, bangunan pos milik Timor Leste masuk dua kilometer di dalam wilayah Indonesia. "Pos itu sudah masuk jauh ke dalam wilayah kita dan pembangunannya sudah dimulai sejak dua pekan lalu. Saya sudah laporkan hal ini ke Danrem Kupang dan Mabes TNI untuk ditindaklanjuti," jelas Rebelo.
Warga Indonesia di sana, kata dia, juga berencana membongkar sendiri bangunan itu, tetapi TNI mencegah mereka karena khawatir memicu konflik.
"Tadi saya sudah panggil Kepala Desa Inbate dan tokoh adatnya untuk menahan warganya dulu sambil menunggu penyelesaian," sambung Rebelo.
Rebelo juga meminta pemerintah pusat melalui Kementerian Luar Negeri untuk turun langsung ke lokasi dan segera menyelesaikannya dengan Pemerintah Timor Leste tentang lahan sengketa sehingga ada kejelasan soal lahan dan juga untuk mencegah terjadinya konflik antara warga kedua negara.
Timor Leste Protes Indonesia
Pemerintah Timor Leste mengirim nota protes kepada Pemerintah Indonesia gara-gara pembangunan pos satuan pengamanan Timor Leste (UPF-Unido Patruofomento Fronteira) unsur policia Nasional de Timor Leste di lahan sengketa dihalangi TNI Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas).
Komandan Kodim 1618 Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Letnan Kolonel Eusebio Hornai Rebelo kepada Kompas.com, Jumat (5/4/2013), mengatakan, nota protes itu diterimanya dari Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Timor Leste.
"Kemarin saya perintahkan anggota TNI di pos untuk meminta pihak Timor Leste jangan dulu melanjutkan pembangunan pos UPF, karena perlu adanya kesepahaman dan penyelesaian tentang status tanah itu. Mungkin karena dasar penyampaian itulah yang kemudian membuat Pemerintah Timor Leste mengirimkan nota protes," kata Rebelo.
Nota protes itu, lanjut Rebelo, menyatakan bahwa masyarakat di perbatasan, khususnya Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten TTU, bersama TNI perbatasan di pos Satgas Pamtas menghambat pembangunan pos UPF. Namun menurut Rebelo, dalam surat itu tidak dibahas secara jelas status tanah itu.
"Surat itu juga meminta kepada Dankolakops, Dandim, dan Danrem untuk memberi pemahaman kepada anggota TNI yang bertugas di pos. Saya sudah buatkan laporan ke pusat untuk menjelaskan hal itu, sehingga kalau terjadi apa-apa, kita tidak disalahkan," tandasnya.
"Saya juga sudah tindak lanjuti nota protes itu dengan mengirim laporan dari lapangan, termasuk meminta masukan dari masyarakat tentang status lahan yang rencananya akan dibangun pos itu," beber Rebelo.
Selanjutnya, kata dia, laporan pihaknya sudah menjadi kewenangan pusat. Nanti Danrem akan melapor ke panglima dan akan diteruskan ke Mabes TNI. Seterusnya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri.
"Kementerian Luar Negeri yang akan menjawab protes Pemerintah Timor Leste. Sementara kita di sini hanya bisa membantu memberi solusi dengan coba merancang satu pertemuan adat antara masyarakat Timor Leste dan masyarakat kita," sambung Rebelo.
Rebelo juga menyayangkan sikap pemerintah pusat di Jakarta yang menyelesaikan masalah sengketa lahan antara kedua negara tanpa melibatkan para tokoh adat.
"Seharusnya penyelesaian masalah dilakukan di daerah TTU karena masalah ini ada di TTU dengan mengundang semua pihak, baik itu dari pemerintah maupun tokoh adat kedua negara sehingga bisa ada titik temu," saran Rebelo.
Dia juga berencana untuk bertemu dan berbicara dengan Perdana Menteri Timor Leste Kayrala Xanana Gusmao yang akan berkunjung ke wilayah Oekusi dan kebetulan melintasi wilayah TTU pada tanggal 7 April 2013 nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar